Kamis, 14 Mei 2015

Stratifikasi Sosial

STRATIFIKASI SOSIAL

A.  Dasar Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial dalam masyarakat terjadi karena adanya sesuatu yang dihargai dalam masyarakat. Sepanjang masyarakat memberikan penghargaan terhadap sesuatu yang dianggap lebih, maka stratifikasi sosial di masyarakat tetap akan ada. Sesuatu yang dipandang berharga, antara lain:
1.    Uang.
2.    Tanah.
3.    Benda-benda bernilai ekonomis.
4.    Kekuasaan.
5.    Ilmu pengetahuan.
6.    Keturunan
7.    Pekerjaan.
8.    Kesalehan dalam agama.

Secara umum, pembentukan stratifikasi sosial dalam masyarakat didasari oleh beberapa kriteria berikut ini:
1.    Ukuran kekayaan
Mereka yang memiliki kekayaan paling banyak termasuk dalam golongan lapisan atas. Kekayaan yang dimiliki dapat dilihat dari bentuk dan model rumah, mobil pribadinya, cara berpakaian, cara berbelanja, dan tempat makan.
2.    Ukuran kekuasaan
Mereka yang memiliki kekuasaan atau wewenang terbesar akan menempati lapisan atas.
3.    Ukuran kehormatan
Ukuran kehormatan terlepas dari ukuran kekayaan dan atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati dalam masyarakat akan menempati lapisan sosial tertinggi. Ukuran kekuasaan banyak dijumpai pada masyarakat tradisional. Dalam masyarakat tradisional, orang yang dihormati adalah golongan tua atau mereka yang pernah berjasa.
4.    Ukuran ilmu pengetahuan
Ilmu pengetahuan dipakai sebagai ukuran stratifikasi sosial pada masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Ukuran untuk menentukan lapisan sosial masyarakat di atas bukanlah ukuran mutlak yang tidak bisa berubah. Masih ada ukuran-ukuran lain yang dapat digunakan untuk menentukan stratifikasi sosial seseorang dalam masyarakat.
Adapun dasar yang bisa digunakan untuk menggolongkan suatu masyarakat dalam sebuah pelapisan sosial antara lain sebagai berikut:
a.   Kekayaan (capital). Wujud kekayaan dilihat dari kepemilikan harta benda. Semakin banyak kepemilikan harta benda maka seseorang akan menempati posisi yang tinggi.
b.  Kekuasaan (power). Dilihat dari kepemilikan kekuasaan atau wewenang. Kekuasaan yang besar bisa menghantarkan seseorang pada kedudukan yang tinggi.
c. Kehormatan (privilege). Seseorang dapat menempati posisi tinggi dalam lapisan sosial masyarakat bila ia sangat dihormati atau disegani.
d.  Ilmu Pengetahuan (science). Seseorang yang memiliki level pengetahuan yang tinggi akan bisa menempati posisi yang tinggi.

Menurut Macionis ada empat prinsip dasar stratifikasi sosial adalah sebagai berikut:
1.    Stratifikasi sosial adalah ciri khas dari masyarakat dan bukan sekedar refleksi dari perbedaan individu. Warga masyarakat industri melihat posisi sosial seseorang sebagai cerminan bakat pribadi dan usaha masing-masing individu. Banyaknya penumpang kelas 1 dari kapal Titanic yang selamat (ketika kapal pesiar itu tenggelam) bukan karena mereka lebih cerdas dan lebih mampu berenang dari pada penumpang kelas 2 dan 3 melainkan karena mereka lebih mampu membayar harga tinggi sehingga berada dalam posisi yang lebih istimewa dan aman dalam kapal.
2.  Stratifikasi sosial bertahan dari generasi ke generasi.Ketidak samaan sosial bertahan dari waktu ke waktu. Dalam setiap masyarakat, setiap orang tua menganugerahkan kedudukan sosial  kepada anaknya, sehingga pola ketidaksamaan tetap bertahan dari generasi kegenerasi berikutnya.
3. Stratifikasi sosial bersifat universal namun juga bervariasi. Dikalangan masyarakat berteknologi rendah pembedaan sosial sangat sedikit dan hanya didasarkan pada usia dan jenis kelamin. Dengan perkembangan teknologi, masyarakatpun mengembangkan sistem pembagian produksi yang lebih kompleks dan kaku, sehingga struktur sosial masyarakat turut berubah.
4. Stratifikasi sosial mencakup ketidaksamaan dan kepercayaan-kepercayaan. Setiap sistem ketidaksamaan memberikan keistimewaan kepada beberapa orang, kemudian mengeluarkan ketentuan bahwa pengaturan tersebut adil. Orang yang memiliki keistimewaan sosial paling besar cenderung mendukung sistem sosial yang ada, sementara yang berada dilapisan bawah cenderung mendorong terjadinya perubahan.

B.  Sifat-sifat Stratifikasi Sosial
Sifat-sifat stratifikasi social terbagi menjadi tiga, yaitu stratifikasi sosial tertutup, stratifikasi sosial terbuka, dan stratifikasi sosial campuran.
1.    Stratifikasi sosial tertutup (closed social stratification)
Stratifikasi tertutup adalah stratifikasi di mana anggota dari setiap strata sulit mengadakan mobilitas vertikal. Satu-satunya jalan untuk masuk dalam stratifikasi ini melalui kelahiran atau keturunan. Wujud nyata dari stratifikasi ini adalah sistem kasta di Bali. Kaum Sudra tidak dapat pindah posisi ke lapisan Brahmana. Atau masyarakat rasialis, kulit hitam (Negro) yang dianggap di posisi rendah tidak bisa pindah kedudukan di posisi kulit putih.
2.    Stratifikasi sosial terbuka (opened social stratification)
Stratifikasi sosial terbuka bersifat dinamis karena mobilitasnya sangat besar. Setiap anggota strata dapat bebas melakukan mobilitas sosial, baik vertikal maupun horizontal. Pada umumnya, sistem pelapisan ini, memberikan kesempatan kepada setiap anggota untuk naik ke strata yang lebih tinggi, atau turun ke strata yang lebih rendah. Selain itu, sistem pelapisan terbuka memberikan perangsang lebih besar kepada setiap anggota masyarakat untuk dijadikan landasan pembangunan masyarakat. Contoh: seorang yang miskin karena usaha dan kerja keras dapat menjadi kaya, atau sebaliknya.
3.    Stratifikasi campuran
Stratifikasi campuran diartikan sebagai sistem stratifikasi yang membatasi kemungkinan berpindah strata pada bidang tertentu, tetapi membiarkan untuk melakukan perpindahan lapisan pada bidang lain. Contoh: seorang raden yang mempunyai kedudukan terhormat di tanah Jawa, namun karena sesuatu hal ia pindah ke Jakarta dan menjadi buruh. Keadaan itu menjadikannya memiliki kedudukan rendah maka ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat di Jakarta.

C.  Ciri Adanya Stratifikasi Sosial
Adanya stratifikasi sosial membuat sekelompok orang memiliki ciri-ciri yang berbeda dalam hal kedudukan, gaya hidup, dan perolehan sumber daya. Ketiga ciri stratifikasi sosial adalah sebagai berikut:
1.    Perbedaan kemampuan anggota masyarakat dari kelas (strata) tinggi memiliki kemampun lebih tinggi dibandingkan dengan anggota kelas sosial di bawahnya. Misalnya: orang kaya tentu mampu membeli mobil mewah, rumah bagus, dan membiayaipendidikan anaknya sampai jenjang tertinggi. Sementara itu, orang miskin, harus bejuang keras untuk biaya hidup sehari-hari
2.    Perbedaan gaya hidup
Gaya hidup meliputi banyak hal, seperti mode pakaian, model rumah, selera makanan, kegiatan sehari-hari, kendaraan, selera seni, cara berbicara, tata karma pergaulan, hobi (kegemaran), dan lain-lain. Orang yang berasal dari kelas atas (pejabat tinggi pemerintahan atau pengusaha besar) tentu memiliki gaya hidup yang berbeda dengan orang kelas bawah. Orang kalangan atas biasanyaberbusana mahal dan bermerek, berlibur ke luar negeri, bepergian denganmobil mewah atau naik pesawat, sedangkan orang kalangan bawah cukupberbusana dengan bahan sederhana, bepergian dengan kendaraan umum, dan berlibur di tempat-tempat wisata terdekat.
3.    Perbedaan hak dan perolehan sumber daya
Hak adalah sesuatu yang dapat diperoleh atau dinikmati sehubungan dengankedudukan seseorang, sedangkan sumber daya adalah segala sesuatu yangbermanfaat untuk mendukung kehidupan seseorang. Semakin tinggi kelas sosialseseorang maka hak yang diperolehnya semakin besar, termasuk kemampuanuntuk memperoleh sumber daya. Misalnya: hak yang dimiliki oleh seorangdirektur sebuah perusahaan dengan hak yang dimiliki para karyawan tentuberbeda. Penghasilannya pun berbeda. Sementara itu, semakin besar penghasilan seseorang maka semakin besar kemampuannya untuk memperoleh hal-hal lain.

D.  Unsur-unsur Stratifikasi Sosial
Unsur-unsur dalam stratifikasi sosial adalah kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan dan peranan merupakan unsur pokok dalam stratifikasi sosial. Status menunjukkan tempat atau posisi seseorang dalam masyarakat. Peranan merupakan suatu tingkah laku atau tindakan yang diharapkan dari seorang individu yang menduduki status tertentu.
1.    Kedudukan (Status)
Status atau kedudukan adalah posisi sosial yang merupakan tempat di mana seseorang menjalankan kewajiban-kewajiban dan berbagai aktivitas lain, yang sekaligus merupakan tempat bagi seseorang untuk menanamkan harapan-harapan. Dengan kata lain status merupakan posisi sosial seseorang dalam suatu hierarki.

Ada beberapa kriteria penentuan status seperti dikatakan oleh Talcott Parsons, yang menyebutkan ada lima kriteria yang digunakan untuk menentukan status atau kedudukan seseorang dalam masyarakat, yaitu kelahiran, mutu pribadi, prestasi, pemilikan, dan otoritas.

Status pada dasarnya dibedakan atas status yang bersifat objektif dan subjektif. Status yang bersifat objektif disertai dengan hak dan kewajiban yang terlepas dari individu. Sementara itu, status yang bersifat subjektif adalah status yang menunjukkan hasil dari penilaian orang lain di mana sumber status yang berhubungan dengan penilaian orang lain tidak selamanya konsisten untuk seseorang.

Sementara itu, Ralph Linton mengatakan bahwa dalam kehidupan masyarakat kita mengenal tiga macam status, yaitu ascribed status, achieved status, dan assigned status.
a.    Ascribed status
Ascribed status adalah kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memerhatikan perbedaan seseorang karena kedudukan tersebut diperoleh berkat kelahiran. Dengan kata lain, status yang diperoleh dengan sendirinya atau status yang diperoleh tanpa inisiatif sendiri. Status ini dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:
-       Kelahiran
Pada umumnya ascribed status berdasarkan kelahiran ini terdapat pada masyarakat dengan sistem pelapisan sosial yang tertutup. Misalnya, pada masyarakat feodal, masyarakat kasta, dan masyarakat diskriminasi sosial. Misalnya, kedudukan seorang anak raja adalah bangsawan juga.
-       Jenis kelamin
Status berdasarkan jenis kelamin dalam masyarakatterdiri atas laki-laki dan perempuan.
-       Umur atau usia
Menurut umur, status dibedakan atas muda, sedang dan tua.
-       Anggota keluarga
Status dalam keluarga terdiri atas ayah, ibu, dan anak

b.    Achieved status
Achieved status adalah kedudukan yang dicapai seseorang dengan usaha sendiri. Kedudukan ini misalnya setiap orang dapat menjadi hakim, dokter, jika memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu seperti telah menempuh pendidikan kehakiman dan kedokteran.

c.    Assigned status
Assigned status adalah status yang dimiliki seseorang karena jasa-jasanya terhadap pihak lain. Karena jasanya tersebut, orang diberi status khusus oleh orang atau kelompok tersebut. Misalnya: gelar-gelar seperti pahlawan revolusi, peraih kalpataru atau adipura, dan lainnya.

2.    Peranan (Role)
Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan atau status. Dalam kehidupan di masyarakat, peranan diartikan sebagai perilaku yang diharapkan oleh pihak lain dalam melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan status yang dimilikinya. Status dan peranan tidak dapat dipisahkan karena tidak ada peranan tanpa status, dan tidak ada status tanpa peranan.
Interaksi sosial yang ada di dalam masyarakat merupakan hubungan antara peranan-peranan individu dalam masyarakat. Ada tiga hal yang tercakup dalam peranan, yaitu sebagai berikut:
a.   Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau kedudukan seseorang dalam masyarakat.
b. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
c.    Peranan merupakan perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

Peran dapat membimbing seseorang dalam berperilaku. Adapun fungsi peran adalah sebagai berikut:
a.    Memberi arah pada proses sosialisasi.
b.    Pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma dan pengetahuan.
c.    Dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat.
d. Menghidupkan sistem pengendali dan kontrol sehingga dapat melestarikan kehidupan mereka.

Setiap manusia memiliki status atau kedudukan dan peranan sosial tertentu sesuai dengan struktur sosial dan pola-pola pergaulan hidup di masyarakat. Dalam setiap struktur, ia memiliki kedudukan dan menjalankan peranannya sesuai dengan kedudukannya tersebut. Kedudukan dan peranan mencakup tiap-tiap unsur dan struktur sosial. Jadi, kedudukan menentukan peran, dan peran menentukan perbuatan (perilaku). Dengan kata lain, kedudukan dan peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat, serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya. Semakin banyak kedudukan dan peranan seseorang, semakin beragam pula interaksinya dengan orang lain. Interaksi seseorang berada dalam struktur hierarki, sedangkan peranannya berada dalam setiap unsur-unsur social tadi. Jadi hubungan antara status dan peranan adalah bahwa status atau kedudukan merupakan posisi seseorang dalam struktur hierarki, sedangkan peranan merupakan perilaku aktual dari status.

3.    Kelompok
Kelompok adalah kumpulan orang yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling berinteraksi satu sama lain. Faktor yang menimbulkan terbentuknya kelompok adalah kedekatan dan juga kesamaan.

4.    Lembaga
Lembaga adalah suatu sistem norma untuk mencapai tujuan yang dianggap penting oleh masyarakat. Lembaga memiliki ciri-ciri, ciri-ciri lembaga menurut Gillin & Gillin, yaitu:

a.       Pola pemikiran dan perilaku terwujud dalam aktifitas masyarakat.
b.      Mempunyai tingkat kekebalan tertentu.
c.       Memiliki satu atau lebih tujuan.
d.      Ada alat kelengkapan untuk mencapai tujuannya.
e.  Memiliki lambang yang merupakan simbol untuk menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga.
f.       Memiliki tradisi yang tertulis dan tidak tertulis.

5.    Organisasi social
Organisasi adalah sekelompok orang yang memiliki kesamaan dan kesadaran berinteraksi dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Berdasarkan sifat resmi atau tidaknya, dikenal dua macam organisasi:
a.    Organisasi formal: berbadan hukum.

b.    Organisasi informal: tidak berbadan hukum.

Urbanisasi dan Urbanisme

URBANISASI dan URBANISME

A.  Urbanisasi
1.    Pengertian urbanisasi
Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi adalah masalah yang cukup serius bagi kita semua. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Jumlah peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan, penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu adalah suatu masalah yang harus segera dicarikan jalan keluarnya.

Berbeda dengan perspektif ilmu kependudukan, definisi urbanisasi berarti persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Perpindahan manusia dari desa ke kota hanya salah satu penyebab urbanisasi, perpindahan itu sendiri dikategorikan 2 macam, yaitu:
a.  Migrasi penduduk: adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota yang bertujuan untuk tinggal menetap di kota.
b.  Mobilitas penduduk: berarti perpindahan penduduk yang hanya bersifat sementara saja atau tidak menetap. Untuk mendapatkan suatu niat untuk hijrah atau pergi ke kota dari desa, seseorang biasanya harus mendapatkan pengaruh yang kuat dalam bentuk ajakan, informasi media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya.

2.    Faktor pendorong dari desa yang menyebabkan terjadinya urbanisasi adalah sebagai berikut:
a.   Terbatasnya kesempatan kerja atau lapangan kerja di desa.
b.   Tanah pertanian di desa banyak yang sudah tidak subur atau mengalami kekeringan.
c.    Kehidupan pedesaan lebih monoton (tetap/tidak berubah) daripada perkotaan.
d.   Fasilitas kehidupan kurang tersedia dan tidak memadai.
e.    Upah kerja di desa rendah.
f.    Timbulnya bencana desa, seperti banjir, gempa bumi, kemarau panjang, dan wabah penyakit.

3.    Faktor penarik dari kota:
a.    Kesempatan kerja lebih banyak dibandingkan dengan di desa.
b.    Upah kerja tinggi.
c.  Tersedia beragam fasilitas kehidupan, seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, transportasi, rekreasi, dan pusat-pusat perbelanjaan.
d.   Kota sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

4.    Dampak positif urbanisasi bagi desa (daerah asal) sebagai berikut:
a.    Meningkatnya kesejahteraan penduduk melalui kiriman uang dan hasil pekerjaan di kota.
b.    Mendorong pembangunan desa karena penduduk telah mengetahui kemajuan dikota.
c.    Bagi desa yang padat penduduknya, urbanisasi dapat mengurangi jumlah penduduk.
d.   Mengurangi jumlah pengangguran di pedesaan.

5.    Dampak negatif urbanisasi bagi desa sebagai berikut:
a.    Desa kekurangan tenaga kerja untuk mengolah pertanian.
b.    Perilaku yang tidak sesuai dengan norma setempat sering ditularkan dan kehidupan kota.
c.    Desa banyak kehilangan penduduk yang berkualitas.

6.    Dampak positif urbanisasi bagi kota sebagai berikut:
a.    Kota dapat memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja.
b.    Semakin banyaknya sumber daya manusia yang berkualitas.

7.    Dampak negatif urbanisasi bagi kota sebagai berikut:
a.    Timbulnya pengangguran.
b.    Munculnya tunawisma dan gubuk-gubuk liar di tengah-tengah kota.
c.    Meningkatnya kemacetan lalu lintas.
d.   Meningkatnya kejahatan, pelacuran, perjudian, dan bentuk masalah sosial lainnya.

8.   Langkah-langkah yang perlu dilaksanakan dalam pemecahannya terhadap masalah urbanisasi dan perkotaan adalah:
a.    Mengembalikan para penganggur di kota ke desa masing-masing.
b.   Memberikan keterampilan kerja (usaha) produktif kepada angkatan kerja di daerah pedesaan.
c.    Memberikan bantuan modal untuk usaha produktif.
d.   Mentransmigrasikan para penganggur yang berada di perkotaan.
e.    Dan langkah-langkah lainnya yang dapat mengurangi atau mengatasi terjadinya urbanisasi.

Selain langkah-langkah tersebut di atas, juga dapat dilaksanakan berbagai upaya preventif yang dapat mencegah terjadinya “urbanisasi”, antara lain:
a. Mengantisipasi perpindahan penduduk dari desa ke kota, sehingga “urbanisasi” dapat ditekan.
b. Memperbaiki tingkat ekonomi daerah pedesaan, sehingga mereka mampu hidup dengan penghasilan yang diperoleh di desa.
c. Meningkatan fasilitas pendidikan, kesehatan dan rekreasi di daerah pedesaan, sehingga membuat mereka kerasan ‘betah’ tinggal di desa mereka masing-masing.
d.  Dan langkah-langkah lain yang kiranya dapat mencegah mereka untuk tidak berbondong-bondong berpindah ke kota.

B.  Urbanisme
1.    Pengertian Urbanisme
Urbanisme adalah cara karakteristik interaksi penduduk kota-kota (daerah perkotaan) dengan lingkungan binaan atau dengan kata lain karakter kehidupan perkotaan, organisasi, masalah, dll, serta studi tentang karakter yang (cara ), atau kebutuhan fisik masyarakat perkotaan, atau perencanaan kota. Urbanisme juga pergerakan penduduk ke daerah perkotaan (urbanisasi) atau konsentrasinya di dalamnya (tingkat urbanisasi).

2.    Teori Urbanisme Penulis Abad ke-20
Saat ini banyak arsitek, perencana, dan sosiolog (seperti Louis Wirth) menyelidiki cara orang hidup di daerah perkotaan padat penduduk dari berbagai perspektif termasuk perspektif sosiologis. Untuk sampai pada konsepsi yang memadai ‘urbanisme sebagai cara hidup’ Wirth mengatakan perlu untuk menghentikan ‘mengidentifikasi [ing] urbanisme dengan entitas fisik kota’, pergi ‘di luar garis batas yang sewenang-wenang dan mempertimbangkan bagaimana’ teknologi perkembangan transportasi dan komunikasi telah sangat besar diperpanjang modus perkotaan hidup di luar batas-batas kota itu sendiri.

Dalam urbanisme kontemporer, juga dikenal sebagai perencanaan kota di berbagai belahan dunia, ada banyak cara yang berbeda untuk membingkai praktek karena ada kota di dunia. Menurut arsitek Amerika dan perencana Jonathan Barnett pendekatan mendefinisikan semua ‘urbanisms’ yang berbeda di dunia adalah salah satu yang tak ada habisnya.

3.    Jaringan Urbanisme
Melalui buku Networks Perkotaan-Jaringan Urbanism, Gabriel Dupuy berusaha untuk menerapkan pemikiran jaringan di bidang urbanisme sebagai respon terhadap apa yang dianggap sebagai krisis di arena perencanaan kota. Konflik dikatakan ada antara perencanaan kota berdasarkan konsepsi terpisah ruang (yaitu zona, batas-batas dan tepi) dan perencanaan kota pada konsepsi berbasis jaringan ruang. Jaringan Urbanism menekankan kebutuhan untuk memahami ‘sociation’ tidak dalam hal dibatasi, skala kecil, masyarakat dengan ruang publik yang intens, tetapi dalam hal karakter desentralisasi dan luas mereka yang bergantung pada segudang jaringan teknologi, informasi, pribadi dan organisasi bahwa lokasi link dalam cara yang kompleks.


Jaringan Urbanisme dipandang sebagai paradigma baru yang menghadapkan perencanaan tata ruang dengan tantangan untuk perubahan mendasar dalam pertimbangan konteks baru. Berpikir jaringan memiliki implikasi langsung untuk cara proses perencanaan diatur dengan mengharuskan gaya pemerintahan yang mencakup berbagai pemangku kepentingan yang mengorganisir diri dalam jaringan. Namun, Albrechts dan Mandelbaum menggambarkan pemikiran fisik berorientasi, berpikir paradigmatik dan pemikiran jaringan berorientasi sosial kadang-kadang sebagai jauh dari satu sama lain sebagai zonal dan pemikiran jaringan dalam perencanaan tata ruang.