KODE ETIK “KEWAJIBAN BIDAN TERHADAP DIRI SENDIRI”
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Etika diperlukan dalam pergaulan
hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional.
Etika merupakan suatu sistem yang mengatur bagaimana seharusnya manusia
bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan
dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain.
Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing
yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan
kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai
dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi
umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat.
Menurut para ahli etika tidak
lain adalah aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara
sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan etika
atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ”ethos” yang
berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah
laku manusia yang baik.
Etika dalam perkembangannya
sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana
ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika
membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam
menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil
keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang perlu kita
pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi
kehidupan manusia.
Begitu halnya dengan profesi
kebidanan, diperlukan suatu petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana
mereka harus menjalankan profesinya, yaitu ketentuan tentang apa yang boleh dan
tidak boleh dilakukan oleh anggota profesi, tidak saja dalam menjalankan tugas
profesinya melainkan juga menyangkut tingkah laku dalam pergaulan sehari-hari
dimayarakat, yang dalam hal ini kode etik profesi kebidanan. Perkembangan
teknologi kesehatan yang semakin pesat, khususnya bidang kebidanan telah
mempengaruhi peran bidan dalam praktik kebidanan. Setiap peran mengemban
tanggung jawab dan cukup sulit bagi bidan memikul semua tanggung jawab itu.
Berdasarkan teori Deontologi,
memiliki tanggung jawab sama dengan memiliki tugas moral. Tugas moral selalu
diiringi dengan tanggung jawab moral. Dalam dunia profesi, istilah tanggung
jawab moral disebut etika dan selama menjalankan perannya, bidan
sering kali bersinggungan dengan masalah etika.
1.2
Rumusan
Masalah
a. Apa
yang dimaksud dengan etika?
b. Apa
yang dimaksud dengan kode etik?
c. Apa
yang dimaksud dengan peran dan tugas bidan berdasarkan etik dank ode etik
profesi?
1.3
Tujuan
a. Untuk
mengetahui apa itu etika.
b. Untuk
mengetahui apa itu kode etik.
c. Untuk
mengetahui apa peran dan tugas bidan berdasarkan etik dank ode etik.
1.4
Manfaat
Untuk memenuhi serta menambah
wawasan tentang etika, kode etik kebidanan pada bab V, serta peran dan tugas
bidan berdasarkan etik dank ode etik profesi. Dan juga agar bidan bisa
menjunjung tinggi serta mengaplikasikan kode etik dalam kehidupan bidan
tersebut sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Etika
A.
Definisi Etika
Etika diartikan "sebagai
ilmu yang mempelajari kebaikan dan keburukan dalam hidup manusia khususnya
perbuatan manusia yang didorong oleh kehandak dengan didasaripikiran yang
jernih dengan pertimbangan perasaan".
Menurut kamus bahasa Indonesia
(poerwadarminta, 1953) Etika artinya ilmu pengetahuan ttg azas akhlak (moral).
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (Depdikbud,1988) etika mengandung arti:
1. Ilmu
tentang apa yang baik dan apa yang buruk tentangg hak dan kewajiban moral.
2. Kumpulan
azas atau nilai yang berkenaan dgn akhlak.
3. Nilai
mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat .
Etika merupakan bagian dari
filosofi yang berhubungan erat dengan nilai manusia dalam menghargai suatu
tindakan apakah benar atau salah dan apakah penyelesaiannya baik atau salah
(Jones, 1994). Penyimpangan mempunyai konotasi yang negatif yang berhubungan
dengan hukum. Seorang bidan dikatakan profesional bila ia mempunyai etika.
Semua profesi kesehatan memiliki etika profesi, namun demikian etika dalam
kebidanan mempunyai kekhususan sesuai dengan peran dan fungsinya seorang bidan
bertanggung jawab menolong persalinan. Dalam hal ini bidan mempunyai hak untuk
mengambil keputusan sendiri yang berhubungan dengan tanggung jawabnya. Untuk
melakukan tanggung jawab ini seorang bidan harus mempunyai pengetahuan yang
memadai dan harus selalu memperbaharui ilmunya dan mengerti tentang etika
yang berhubungan dengan ibu dan bayi.
B. Istilah dalam etika
Sebelum
melihat masalah etik yang mungkin timbul dalam pelayanan kebidanan, maka ada
baiknya dipahami beberapa istilah berikut ini:
1. Legislasi
(Lieberman, 1970 )
Ketetapan hukum yang mengatur hak
dan kewajiban seseorng yang berhubungan erat dengan tindakan.
2. Lisensi
Pemberian ijin praktek sebelum
diperkenankan melakukan pekerjaan yang telah ditetapkan tujuannya untuk
membatasi pemberian kewenangan dan untuk meyakinkan klien.
3. Deontologi/tugas
Keputusan yang diambil
berdasarkan keterkaitan atau hubungan dengan tugas dalam pengambilan keputusan,
perhatian utama pada tugas.
4. Hak
Keputusan berdasarkan hak
seseorang yang tidak dapat diganggu. Hak berbeda dengan keinginan, kebutuhan
dan kepuasan.
5. Instusionist
Keputusan diambil berdasarkan
pengkajian dari dilema etik dari kasus per kasus. Dalam teori ini ada beberapa
kewajiban dan peraturan yang sama pentingnya.
6. Beneficience
Keputusan yang diambil harus
selalu menguntungkan klien.
7. Mal-eficience
Keputusan yang diambil merugikan
pasien.
8. Malpraktek/lalai
a. Gagal
melakukan tugas atau kewajiban kepada klien.
b. Tidak
melaksanakan tugas sesuai dengan standar.
c. Melakukan
tindakan yang mencederai klien.
d. Klien
cedera karena kegagalan melakukan tugas.
2.2
Kode
Etik
A.
Definisi
Kode Etik
Kode
etik adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap profesi dalam
melaksanakan tugas profesinya dan hidupnya di masyarakat. Norma tersebut berisi
petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka menjalankan profesinya
dan larangan, yaitu ketentuan tentang apa yang boleh dan tidak boleh diperbuat
atau dilaksanakan oleh anggota profesi, tidak saja dalam menjalankan tugas
profesinya melainkan juga menyangkut tingkah laku pada umumnya dalam pergaulan
sehari-hari di masyarakat.
B. Kode Etik Bidan
Kode
etik kebidanan merupakan suatu pernyataan komprehensif profesi yang menuntut
bidan melaksanakan praktik kebidanan baik yang berhubungan dengan kesejahteraan
keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya. Penetapan kode etik
kebidanan harus dilakukan dalam Kongres Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
Kode etik bidan pertam kali
disusun pada tahun 1986 dan disahkan dalam Kongres Nasional IBI X tahun
1988. Petunjuk pelaksanaan kode etik bidan disahkan dalam Rapat Kerja Nasional
(RAKERNAS) IBI tahun 1991. Kode etik bidan sebagai pedoman dalam berperilaku,
disusun berdasarkan pada penekanan keselamatan klien.
C. Fungsi Kode Etik
Kode etik berfungsi sebagai
berikut:
1. Memberi
panduan dalam membuat keputusan tentang masalah etik.
2. Menghubungkan
nilai atau norma yang dapat diterapkan dan dipertimbangkan dalam memberi
pelayanan.
3. Merupakan
cara untuk mengevaluasi diri.
4. Menjadi
landasan untuk memberi umpan balik bagi rekan sejawat.
5. Menginformasikan
kepada calon perawat dan bidan tentang nilai dan standar profesi.
6. Menginformasikan
kepada profesi lain dan masyarakat tentang nilai moral.
D. Penetapan Kode Etik
Kode
etik hanya dapat ditetapkan oleh organisasi untuk para anggotanya. Kode etik
suatu organisasi akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin di
kalangan profesi, jika semua individu yang menjalankan profesi yang sama
tergabung dalam suatu organisasi profesi. Jika setiap orang yang menjalankan
suatu profesi secara otomatis tergabung dalam suatu organisasi atau ikatan
profesi, barulah ada jaminan bahwa profesi tersebut dapat dijalankan secara
murni dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan pelanggaran
terhadap kode etik dan dikenai sanksi.
E. Tujuan Kode Etik
Pada
dasarnya, kode etik sutu profesi diciptakan dan dirumuskan demi kepentingan
anggota dan organisasi. Secara umum, tujuan menciptakan kode etik adalah
sebagai berikut:
1.
Menjunjung tinggi martabat dan
citra profesi. ”Image’ pihak luar atau masyarakat
terhadap
suatu profesi perlu dijaga untuk mencegah pandangan merendahkan profesi
tersebut. Oleh karena itu, setiap kode etik profesi akan melarang berbagai
bentuk tindakan atau kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik
profesi di dunia luar sehingga kode etik disebut juga ”kode kehormatan”.
2.
Menjaga dan memelihara
kesejahteraan para anggota. Kesejahteraan yang dimaksud adalah kesejahteraan
material dan spiritual atau mental. Berkenaan dengan kesejahteraan material, kode
etik umumnya menetapkan larangan-larangan bagi anggotanya untuk melakukan
perbuatan yang merugikan kesejahteraan. Kode etik juga menciptakan
peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku yang tidak pantas atau tidak
jujur para anggota profesi ketika berinteraksi dengan sesama anggota profesi.
3.
Meningkatkan pengabdian para
anggota profesi. Kode etik juga berisi tujuan pengabdian profesi tertentu,
sehingga para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung
jawab pengabdian profesinya.
4.
Meningkatkan mutu profesi. Kode
etik juga memuat norma-norma serta anjuran agar profesi selalu berusaha
meningkatkan mutu profesi sesuai dengan bidang pengabdiannya. Selain itu, kode
etik juga mengatur bagaimana cara memelihara dan meningkatkan mutu organisasi
profesi.
F. Dasar Pembentukan Kode Etik
Seperti
yang sudah di sebutkan di atas, kode etik bidan pertam kali disusun pada tahun
1986 dan disahkan dalam Kongres Nasional IBI X tahun 1988. Petunjuk
pelaksanaan kode etik bidan disahkan dalam Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) IBI
tahun 1991. Kode etik bidan sebagai pedoman dalam berperilaku, disusun
berdasarkan pada penekanan keselamatan klien.
Dengan
rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan didorong oleh keinginan luhur demi tercapainya:
1.
Masyarakat Indonesia yang adil
dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2.
Pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya.
3.
Tingkat kesehatan yang optimal
bagi setiap warga negara Indonesia.
Maka Ikatan Bidan Indonesia
sebagai organisasi profesi kesehatan yang menjadi wadah persatuan dan kesatuan
para bidan di Indonesia menciptakan Kode Etik Bidan Indonesia yang disusun atas
dasar penekanan keselamatan klien diatas kepentingan lainnya. Terwujudnya kode
etik ini merupakan bentuk kesadaran dan kesungguhan hati dari setiap bidan
untuk memberikan pelayanan kesehatan secara professional dan sebagai
anggota tim kesehatan demi tercapainya cita-cita pembangunan nasional dibidang
kesehatan pada umumnya, KIA/KB dan Kesehatan Keluarga pada
khususnya.Mengupayakan segala sesuatunya agar kaumnya pada detik-detik yang
sangat menentukan pada saat menyambut kelahiran insan generasi secara selamat,
aman dan nyaman merupakan tugas sentral dari para bidan.
Menelusuri tuntutan masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan yang terus meningkat sesuai dengan perkembangan
zaman dan nilai-nilai sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat, sudah
sewajarnya kode etik bidan ini berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 sebagai landasan ideal dan garis-garis Besar Haluan Negara sebagai
landasan operasional.Sesuai dengan wewenang dan peraturan kebijaksanaan yang
berlaku bagi bidan, kode etik ini merupakan pedoman dalam tata cara dan
keselarasan dalam pelaksanaan pelayanan professional.Bidan senantiasa berupaya
memberikan pemeliharaan kesehatan yang komprehensif terhadap ibu hamil, ibu
menyusui, bayi dan balita pada khususnya, sehingga mereka tumbuh berkembang
menjadi insan Indonesia yang sehat jasmani dan rohani dengan tetap
memperhatikan kebutuhan pemeliharaan kesehatan bagi keluarga dan masyarakat pada
khususnya.
G. Prinsip dan Dimensi Kode Etik
Prinsip
kode etik meliputi:
1.
Menghargai Otonomi.
2.
Melakukan tindakan yang benar.
3.
Mencegah tindakan yang dapat
merugikan.
4.
Memberlakukan manusia dengan
adil.
5.
Menjelaskan dengan benar.
6.
Menepati janji yang telah di sepakati.
7.
Menjaga Kerahasiaan.
Dimensi kode etik meliputi:
1. Anggota
profesi dan klien/ pasien.
2.
Anggota profesi dan sistem
kesehatan.
3.
Anggota profesi dan profesi kesehatan.
4.
Anggota profesi dan sesama anggota profesi.
H. Penjelasan Kode Etik Kebidanan Bab V
Bab
V. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri, yaitu:
1.
Setiap bidan harus memelihara
kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik.
a. Memperhatikan
kesehatan perorangan.
b. Memperhatikan
kesehatan lingkungan.
c. Memeriksakan
diri secara berkala setiap setahun sekali.
d. Jika
mengalami sakit atau keseimbangan tubuh terganggu, segera memeriksakan diri ke
dokter.
2.
Setiap bidan harus berusaha
terus-menerus untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
a.
Membaca buku-buku tentang
kesehatan, kebidanan, keperawatan pada umumnya bahkan pengetahuan umum.
b.
Menyempatkan membaca koran.
c.
Berlangganan majalah profesi,
majalah kesehatan.
d.
Mengikuti penataran, seminar,
simposium, lokakarya tentang kesehatan umumnya, kebidanan khususnya.
e.
Mengadakan latihan berkala
seperti simulasi atau demonstrasi untuk tindakan yang jarang terjadi, pada
kesempatan pertemuan IBI di tingkat kecamatan, cabang, daerah atau pusat.
f.
Mengundang pakar untuk memberi
ceramah atau diskusi pada kesempatan pertemuan rutin, misalnya bulanan.
g.
Mengisi rubrik bulletin.
h.
Mengadakan kunjungan atau studi
perbandingan ke rumah sakit- rumah sakit yang lebih maju ke daerah-daerah
terpencil.
i.
Membuat tulisan atau makalah
secara bergantian, yang disajikan dalam kesempatan pertemuan rutin.
2.3
Peran
dan Tugas Bidan Berdasarkan Etik dan Kode Etik Profesi
Dalam mengadaptasi teori etika
seorang bidan harus mampu menyesuaikan dengan keadaan dirinya dan berlandaskan
pada kode etik dan standar profesi. Bidan tidak dapat memaksakan untuk
mengadapatasi suatu teori etika secara kaku, karena hal ini akan merugikan
bidan itu sendiri.Bidan harus menilai kemampuan dirinya dalam melakukan sesuatu
namun tidak menyimpang dari prinsip pelayanan, yaitu berusaha mengutamakan keselamatan
ibu, bayi dan kelurga. Contohnya ketika seorang bidan desa harus menolong
persalinan, disaat jadual pemeriksaan kehamilan, selain itu ada beberapa ibu
yang memerlukan pelayanan KB dan asuhan BBL. Maka kemungkinan besar ia hanya
dapat mencoba menghasilkan yang terbaik bagi semua orang sesuai kemampuannya.
Sebagai pendidik, bidan harus
memberikan pengajaran yang jelas, tidak bias. Akan tetapi, bidan harus
menghindari kecenderungan untuk menciptakan bidan kaku (tidak mengikuti
informasi terkini dari literature yang jelas tentang perkembangan pelayanan
kebidanan) sehingga akan menimbulkan sikap “sok tau”. Contohnya pada
saat menolong persalinan mahasiswa bidan diajarkan untuk tidak melakukan
episiotomi.
Jika pola pengajaran tidak tepat
mahasiswa akan sepenuhny menyerap materi tersebut, akibatnya, ia tidak akan
melakukan episiotomi tanpa melihat ada tidaknya indikasi. Sebagai konselor
bidan harus menjelaskan tentang tindakan yang akan diberikan kepada klien
dengan jelas, contohnya seorang ibu datang ke bidan yang ingin menjadi akspetor
KB IUD namun timbul ketakutan akibat rumor negatif yang beredar dimayarakat
tentang IUD. Masalah etika yang timbul yaitu ketika bidan tidak dapat
menjelaskan dengan baik, sehingga pandangan klien tentang IUD tidak berubah dan
mengurungkan niatnya untuk menjadi akseptor KB.
Bidan juga dapat berperan sebagai
teman, sehingga klien merasa nyaman ketika menerima pelayanan yang diberikan
kepada kien, namun peran sebagai teman juga harus memiliki batasannya. Sikap
professional terhadap klien harus dijaga, sehingga klien dan keluarganya
memandang bidan sebagai orang yang berwibawa dan mampu mengendalikan diri
sehingga mampu melindungi kliennya. Peran dosen bidan sebagai teman juga diperlukan,
sehingga siswa tidak merasa sungkan dalam proses belajar mengajar.
Namun lagi-lagi- peran sebagai
teman tetap ada batasnya, jangan sampai penilaian terhadap mahasiswa menjadi
subyektif, ketika mahasiswa bidan melakukan suatu kesalahan dosen bidan
menutupi kesalahan mahasiswanya karena kedekatan yang berlebihan.
Etika berperan dalam penelitian
kebidanan, contohnya dahulu praktik kebidanan masih banyak berdasar kebiasaan
atau dogma, dengan kemajuan zaman praktik yang seperti itu tidak dapat dilaksanakan
lagi, tetapi dituntut praktik yang professional berdasarkan pada hasil
penelitian. Bidan mungkin banyak terlibat dalam penelitian baik sebagai subyek
maupun subyek penelitian. Sehingga bidan perlu mengetahui tentang etika
penelitian, demi kepentingan melindungi klien, institusi tempat praktik dan
diri sendiri. Bidan wajib mendukung penelitian yang bertujuan memajukan ilmu
pengetahuan kebidanan. Bidan harus siap mengadakan penelitian dan siap untuk
memberikan pelayanan pada hasil penelitian.
A.
Peran
Bidan
Dalam dunia profesi, istilah
tanggung jawab moral disebut etika dan selama menjalankan perannya,
bidan sering kali bersinggungan dengan masalah etika. Pada umumnya, bidan
memiliki tiga peran yang dilakukan berdasar pada etik dan kode etik profesi
bidan, yaitu bidan sebagai pengelola/pelaksana, bidan sebagai pendidik, dan
bidan sebagai peneliti.Menurut jones ( 2000 ), bidan secara menyeluruh memiliki
peran sebagai praktisi, pendidik, konselor, penasihat, advokat, peneliti dan
pengelola.
1.
Sebagai Praktisi
Dalam menjalankan perannya
sebagai praktisi selain berpegang teguh pada kode etik dan standar profesi, ada
beberapa hal yang menjadi pegangan bidan, antara lain:
a.
Hati nurani
Bidan harus menjadikan hati
nuraninya sebagai pedoman. Hati nurani mengetahui perbuatan individu yang
melanggar etika atau sesuai etika. Pelanggaran etika oleh bidan dapat bersifat
fisik ataupun secara verbal.
b.
Teori etika
Untuk memecahkan suatu masalah
dalam situasi yang sulit, bidan dapat berpegang pada teori etika. Sekalipun
teori ini telah tua, namun masih relevan karena selalu disesuaikan dengan
perkembangan saat ini, seperti teori Immanuel Kant yang menyatakan bahwa sikap
menjunjung tinggi prinsip autonomi adalah penting dan teori ini sangat relevan
bila diterapkan dalam praktik kebidanan.
2.
Sebagai Pendidik
Dalam menjalankan perannya
sebagai pendidik, bidan bertanggung jawab untuk memberi pendidikan kepada:
a. Orang
tua: Bidan harus berperan aktif dalam mendidik atau mengajarkan keterampilan
perawatan bayi dan promosi kesehatan kepada ibu, suami (pasangannya) dan
anggota keluarga yang lain.
b. Mahasiswa
bidan: Bidan bertanggung jawab dalam memberi pendidikan kepada mahasiswa
bidan agar terampil dan memiliki pengetahuan baru. Pada dasarnya, tujuan utama
peran pendidik yang dimiliki bidan adalah memberdayakan orang tua dan mahasiswa
agar mereka memiliki keterampilan dan dalat menerapkan keterampilan tersebut
secara mandiri sehingga terciptanya autonomi pribadi.
3.
Sebagai Konselor
Peran bidan sebagai konselor
mencakup pemberian informasi dan penjelasan, termasuk mendengarkan dan membantu
klien serta keluarganya memahami berbagai masalah yang ingin mereka
ketahui. Bidan bertanggung jawab memberi informasi terkini dan
menyampaikannya dalam bahasa yang dipahami oleh klien dan keluarganya.
Masalah etika yang biasanya
muncul saat bidan menjalankan perannya sebagai konselor adalah sebagai berikut:
a. Memaksa
klien membuka rahasia yang enggan ia ceritakan pada saat konseling.
b. Memberi
informasi yang secara tidak langsung “menggiring”
klien mengambil keputusan yang menurut bidan adalah keputusan terbaik.
4.
Sebagai Penasihat
Dalam menjalankan peran sebagai
penasihat, bidan harus dapat membatasi diri jika ingin tetap menghargai autonomi
klien. Klien membutuhkan informasi yang memadai agar dapat membuat keputusan
dan terus mengendalikan dirinya sendiri. Akan tetapi, sangat sulit bagi bidan
untuk menahan diri tidak memberi nasihat (sekalipun tidak diminta) berdasarkan
pengalamannya menghadapi berbagai klien dan teman sejawat. Hal ini akan
menghambat klien dalam menentukan pilihannya sendiri.
5.
Sebagai Advokat
Peran bidan dalam memberi
advokasi sangat penting, khususnya ketika klien menolak persetujuan atas
tindakan medis yang sebenarnya dapat mencegah terjadinya kematian atau
kesakiitan klien itu sendiri. Dalam hal ini bidan harus berperan sebagai
advokat dengan memberi penjelasan dan dorongan (bukan paksaan) kepada klien
mengenai sisi positif dan negatif dari keputusan yang diambil.
6.
Sebagai Peneliti
Peran bidan sebagai peneliti
sejalan dengan salah satu pasal dalam kode etik bidan yang menyatakan: “Bidan
harus berkembang dan memperluas pengetahuan kebidanannya melalui berbagai
proses seperti diskusi dengan rekan sejawat dan penelitian”.
Sudah jelas bahwa penelitian
bukan lagi merupakan pilihan, namun tanggung jawab etik bidan. Bidan mungkin
banyak terlibat dalam penelitian baik sebagai subyek maupun obyek penelitian.
7.
Sebagai Pengelola
Sebagai pengelola, bidan
bertanggung jawab mengambil keputusan sosial dan etik, memberi rumusan
kebijakan dan praktik, membantu pengawasan dan alokasi sumber pendapatan,
memperhatikan aspek kejujuran, perhatian terhadap orang lain dan mendukung
serta berperan penting dalam pilihan etik.Bidan pengelola juga mempunyai
tanggung jawab untuk menjaga biaya pelayanan tetap minimal secara efisien dan
efektif dengan tetap mempertahankan kualitas pelayanan.Dengan penjabaran
diatas, maka dalam kesempetan kali ini akan dipaparkan mengenai kajian kode
etik dan kode etik profesi bidan.
B. Tugas Bidan
Dalam menjalankan praktiknya, ada
3 pengelompokan tugas bidan yang dilakukan berdasar pada etik dan kode etik
profesi, yaitu:
1. Tugas
Mandiri
a. Menerapkan
Manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang di berikan.
b. Memberikan
pelayanan dasar pada anak remaja & wanita pra nikah dengan melibatkan
klien.
c. Memberikan
asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan normal.
d. Memberikan
asuhan kebidanan keoada klien dalam masa persalinan dengan melibatkan klien dan
kelurga.
e. Memberikan
asuhan kebidanan pada BBL.
f.
Memberikan asuhan kebidanan pada
klien dalam masa nifas dengan melibatkan klien dan keluarga.
g. Memberikan
asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang membutuhkan pelayanan kluarga
berencana.
h. Memberikan
asuhan kebidanan pada wanita gangguan sistem reproduksi dan wanita dalam masa
klimakternium dan menopause.
i.
Memberikan asuhan kebidanan pada
bayi dan balita dengan melibatkan keluarga.
2. Tugas
Koaborasi
a. Menerapkan manajemen kebidanan
pada setiap asuhan kebidanan sesua fungsi kolaborasi dengan melibatkan klien
dan keluarga.
b. Memberikan asuhan kebidanan pada
ibu hamil dengan resiko tinggi & pertolongan pertama pada kegawatdaruratan
yang memerlukan tindakan kolaborasi.
c. Memberikan asuhan kebidanan pada
ibu dalam masa persalinan resiko tinggi & keadaan kegawatan yang memerlukan
pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan
keluarga.
d. Memberikan asuhan kebidanan pada
ibu dalam masa nifas dengan resiko tinggi & pertolongan pertama dalam
keadaan kegawatan yang memerlukan pertolongan pertama dengan
tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga.
e. Memberikan asuhan kebidanan pada
BBL dengan resiko tinggi yang mengalami komplikasi serta kegawatan yang
memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan melibatkan
keluarga.
f. Memberikan askeb pada balita
dengan resiko tinggi yang mengalami komplikasi serta kegawatan yang memerlukan
tindakan kolaborasi dengan melibatkan keluarga.
3. Tugas
Rujukan
a. Menerapkan manajemen kebidanan
pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi keterlibatan klien dan keluarga.
b. Memberikan asuhan kebidanan
melalui konsultasi & rujukan pada ibu hamil dengan resiko tinggi &
kegawatdaruratan.
c. Memberikan asuhan kebidanan
melalui konsultasi & rujukan pada masa persalinan dengan penyulit tertentu
dengan melibatkan klien dan keluarga.
d. Memberikan asuhan kebidanan
melalui konsultasi & rujukan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko tinggi
& kegawat daruratan.
e. Memberikan asuhan kebidanan pada
BBL dengan kelaiana tertentu kegawatan yang memerlukan konsultasi &
rujukan dengan melibatkan keluarga.
f.
Memberikan asuhan kebidanan pada
anak balita dengan kelaiana tertentu & kegawatan yang memerlukan konsultasi
& rujukan dengan melibatkan keluarga.
C. Bidan sebagai Tenaga Profesional
1. Peran
bidan professional
a. Pelaksana
b. Pengelola
c. Pendidik
d. Peneliti
2. Pelayanan
professional
a. Berlandaskan
sikap dan kemampuan professional.
b. Ditujukan
untuk kepentingan yang menerima.
c. Serasi
dengan pandangan dan keyakinan profesi.
d. Memberikan
perlindungan bagi anggota profesi.
3. Perilaku
Profesional
a. Bertindak
sesuai dengan keahliannya dan didukung oleh pengetahuan dan pengalaman serta
keterampilan yang tinggi.
b. Bermoral
tinggi.
c. Berlaku
jujur, baik kepada orang lain maupun kepada diri sendiri.
d. Tidak
melakukan tindakan coba-coba yang tidak didukung ilmu pengetahuan profesinya.
e. Tidak
memberikan janji yang berlebihan.
f. Tidak
melakukan tindakan yang semata-mata didorong oleh pertimbangan komersial.
g. Memegang
teguh etika profesi.
h. Mengenal
batas-batas kemampuan.
i.
Menyadari ketentuan hukum yang
membatasi geraknya.
D. Pengambilan Keputusan yang Etis
Ciri keputusan yang etis:
1. Mempunyai
pertimbangan tentang apa yang benar dan apa yang salah.
2. Sering
menyangkut pilihan yang sukar.
3. Tidak
mungkin dielakkan.
4. Dipengaruhi
oleh norma-norma, situasi, iman tabiat dan lingkungan social
Situasi: Mengapa kita perlu mengerti
situasi?
a. Untuk
menerapkan norma-norma terhadap situasi.
b. Untuk
melakukan perbuatan yang tepat dan berguna.
c. Untuk
mengetahui masalah-masalah yang perlu diperhatikan.
Bagaimana kita memperbaiki
pengertian kita tentang situasi?
a. Melakukan
penyelidikan yang memadai.
b. Menggunakan
sarana ilmiah dan keterangan para ahli.
c. Kepekaan
terhadap pekerjaan.
d. Kepekaan
terhadap kebutuhan orang lain.
E. Bidan dan Rahasia Jabatan
Kerahasiaan merupakan satu
prinsip penting dalam tugas tiap tenaga kesehatan termasuk bidan. Kedudukan
bidan di dalam sistem pelayanan kesehatan tidak saja sebagai pemberi asuhan
kebidanan, akan tetapi sering pula bidan menjadi semacam “biceht vader” (tumpuhan
permasalahan) dari klien maupun keluarganya. Permasalahan ini dapat pula yang
telah diamati sendiri oleh bidan pada waktu menolong persalinan di rumah
dan/atau pada waktu melakukan kunjungan rumah.
Data/informasi yang didapat bidan
melalui anamnese klien di klinik menjadi faktor rahasia pula dalam tugas bidan.
Seorang wanita dalam keadaan hamil, melahirkan atau nifas, seringkali mendapat
gangguan pada emosinya atau pada keadaan kesehatan mentalnya. Dalam keadaan
seperti ini seringkali ia ingin mencurahkan segala isi hatinya atau
permasalahan dirinya secara pribadi maupun dalam keluarga pada seseorang yang
mau mendengarkannya. Biasanya orang tersebut adalah bidan, yang pada
waktu-waktu tersebut adalah dekat dengan klien. Bidan harus tetap menghormati kepercayaan
yang diberikan klien kepadanya dan memegang teguh kerahasiaan informasi yang
didapat.
Ada kalanya informasi perlu
dibuka kerahasiaan, yaitu sebagai contoh pada persidangan (hukum) bila bidan
bertindak sebagai saksi dan informasi tertentu dibutuhkan hakim sebagai bukti.
Memegang kerahasiaan ditegaskan dalam Per Menkes No. 572/1996, ps.30, ad 2 b
untuk bidan dan dalam UU Kes No.23/1992 bagi semua tenaga kesehatan.
F. Kerahasiaan dan Privacy
Ada dua hal yang hampir sama yang
harus dibedakan yaitu kerahasiaan dan privacy, sebagai berikut:
Contoh di bawah ini menunjukkan
bahwa dalam kehidupan sehari-hari kerahasiaan dan privacy sering dilanggar,
walaupun contoh kasus ini sangat jarang terjadi.
1. Seorang
bidan (Betsy) melakukan pemeriksaan antenatal pada kunjungan pertama. Klien
menceritakan bahwa ia pernah menggugurkan kandungannya pada waktu yang lalu,
tetapi tidak diketahui suaminya. Dan ia meminta kepada Betsy agar tidak
memberitahukan hal ini kepada suaminya.
Kemudian terjadilah peristiwa
sebagai berikut:
a. Bidan
A memberitahukan hal tersebut kepada suami wanita tersebut tanpa disengaja.
Bidan dianggap melanggar kerahasiaan.
b. Bila
B yang membaca catatan perihal Betsy dari catatan yang ada di file Betsy pada
pergantian dinas, juga termasuk melanggar kerahasiaan.
c. Bidan
B kemudian meninggalkan file Betsy di meja sehingga suami Betsy membuka dan
membaca catatan B, Bidan B juga dianggap melanggar privacy Betsy.
Bila kejadian diatas terjadi,
Bidan A dan B sebenarnya tidak dapat dipersalahkan walaupun mereka telah
melanggar kerahasiaan dan privacy Betsy.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Etika sebagai salah satu cabang
filsafat seringkali dianggap sebagai ilmu yang abstrak dan kurang relevan dalam
kehidupan sehari-hari. Banyak uraian filsafat dianggap jauh dari kenyataan,
tetapi setidaknya etika mudah dipahami secara relevan bagi banyak persoalan
yang dihadapi. Etika sebagai filsafat moral mencari jawaban untuk menentukan
serta mempertahankan secara rasional teori yang berlaku tentang apa yang benar
dan yang salah, baik atau buruk, yang secara umum dapat dipakai sebagai suatu
perangkat prinsip moral yang menjadi pedoman bagi tindakan manusia.
Etika tidak lepas dari kehidupan
manusia, termasuk dalam profesi kebidanan membutuhkan suatu system untuk
mengatur bidan dalam menjalankan peran dan fungsinya. Dalam menjalankan
perannya bidan tidak dapat memaksakan untuk mengadapatasi suatu teori etika
secara kaku, tetapi harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi
saat itu dan berlandaskan pada kode etik dan standar profesi
3.2
Saran
1.
Bagi mahasiswi calon bidan
Sebagai mahasiswi calon bidan,
sebaiknya harus mendalami etik dan kode etik profesi terlebih dahulu, agar
dapat menerapkannya saat praktik, sehingga dapat menghasilkan pelayanan
kesehatan yang berkualitas dan optimal sesuai dengan wewenang profesinya.
2. Bagi
para bidan
Sebagai seorang bidan hendaknya
selalu menerapkan dan menjadikan etik dan kode etik profesi sebagai dasar dalam
memberikan setiap pelayanan. Sehingga klien akan merasa nyaman dengan pelayanan
bidan dan akan segan dengan profesi bidan.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar