KEBUTUHAN PSIKOSOSIAL
A.
Pengertian
Psikososial
Psikososial adalah setiap perubahan dalam
kehidupan individu, baik yang bersifat psikologik maupun sosial yang mempunyai
pengaruh timbal balik.Masalah kejiwaan dan kemasyarakatan yang mempunyai
pengaruh timbal balik sebagai akibat terjadinya perubahan sosial atau gejolak
sosial dalam masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan jiwa (Depkes, 2011).Contoh
masalah psikososial antara lain: psikotik gelandangan dan pemasungan, penderita
gangguan jiwa. Masalah anak: anak jalanan dan penganiayaan anak. Masalah anak
remaja: tawuran dan kenakalan, penyalahgunaan narkotika dan psikotropika. Masalah
seksual: penyimpangan seksual, pelecehan seksual dan eksploitasi seksual,
tindak kekerasan sosial, stress paska trauma, pengungsi/ migrasi, masalah usia
lanjut yang terisolir. Masalah kesehatan kerja: kesehatan jiwa di tempat kerja,
penurunan produktifitas dan stres di tempat kerja, dan lain-lain. Serta
HIV/AIDS.
B. Konsep Dasar Psikososial
Dalam kebutuhan Maslow dinyatakan bahwa tingkat
yang paling tinggi dalam kebutuhan manusia adalah tercapainya aktualisasi diri
untuk mencapai aktualisasi diri diperlukan konsep diri yang sehat.
1. Konsep diri
Konsep
diri adalah semua perasaan kepercayaan dan nilai yang diketahui tentang dirinya
dan memengaruhi individu dalam bersosialisasi dengan orang lain. Konsep diri
berkembang secara bertahap saat bayi mulai mengenal dan membedakan dirinya
dengan orang lain. Pembentukan konsep diri ini sangat dipengaruhi oleh asuhan
orang tua dan lingkungannya.
a. Komponen konsep diri:
1. Citra
diri
adalah
sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini
mencakup presepsi dari pasangan tentang ukuran, bentuk, dan fungsi penampilan
tubuh saat ini dan masa lalu.
2. Ideal diri
Presepsi
individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar perilaku.
Ideal diri akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi.
3. Harga diri
Harga
diri adalah penilaian terhadap hasil yang dicapai dengan analisis, sejauh mana
perilaku memenuhi ideal diri. Jika individu selalu sukses maka cenderung harga
dirinya akan tinggi dan jika mengalami kegagalan cenderung harga diri menjadi
rendah. Harga diperoleh dari diri sendiri dan orang lain.
4. Peran
diri
Peran
diri adalah pola sikap, perilaku nilai yang diharapkan dari seseorang
berdasarkan posisinya di masyarakat.
5.
Identitas diri
Identitas
diri adalah kesadaran akan dirinya sendiri yang bersumber dari observasi dan
penilaian yang merupakan sintesis dari semua aspek konsep diri sebagai suatu
kesatuan yang utuh.
6. Kepuasan penampilan peran
Individu
yang mempunyai kepribadian sehat akan dapat berhubungan dengan orang lain
secara intim dan mendapat kepuasan, dapat memercayai dan terbuka pada orang
lain serta membina hubungan interdependen.
b. Faktor-faktor
yang mempengaruhi konsep diri:
1. Tingkat perkembangan dan kematangan
Perkembangan
anak seperti perkembangan menta, perlakuan, dan pertumbuhan anak akan
mempengaruhi konsep dirinya.
2.
Budaya
Pada
usia anak-anak nilai-nilai akan diadopsi dari orang tuanya, kelompoknya, dan
lingkungannya. Orang tua yang bekerja seharian akan membawa anak lebih dekat
pada lingkungannya.
3.
Sumber eksternal dan internal
Kekuatan
dan perkembangan pada individu sangat berpengaruh terhadap konsep diri.Pada sumber
internal misalnya, orang yang humoris koping individunya lebih efektif.Sumber
eksternal misalnya adanya dukungan dari masyarakat dan ekonomi yang kuat.
4. Pengamatan
sukses dan gagal
Ada kecenderungan bahwa riwayat sukses akan
meningkatkan konsep diri demikian pula sebaliknya.
5. Sensor
Stresor dalam kehidupan misalnya perkawinan,
pekerjaan baru, ujian dan kekuatan. Jika koping individu tidak adekuat maka
akan menimbulkan depresi, menarik diri, dan kecemasan.
6. Usia, keadaaan sakit, dan trauma
Usia
tua, keadaan sakit akan mempengaruhi persepsi dirinya.
c. Kriteria
kepribadian yang sehat:
1. Citra tubuh positif dan akurat
Kesadaran
akan diri berdasar atas observasi mandiri dan perhatian yang sesuai akan
kesehatan diri. Termasuk presepsi saat ini dan masa lalu.
2. Ideal dan realitas
Individu
mempunyai ideal diri yang realitas dan mempunyai tujuan hidup yang dapat
dicapai.
3. Konsep diri yang positif
Konsep diri yang positif menunjukkan bahwa
individu akan sesuai dalam hidupnya.
4.
Harga diri tinggi
Seseorang
yang akan mempunyai harga diri tinggi akan memandang dirinya sebagai seorang
yang berarti dan bermanfaat. Ia memandang dirinya sama dengan apa yang ia
inginkan.
5.
Kepuasan penampilan peran
Individu yang mempunyai kepribadian sehat akan
dapat berhubungan dengan orang lain secara intim dan mendapat kepuasan, dapat
memercayai dan terbuka pada orang lain serta membina hubungan interdependen.
6.
Identitas jelas
Individu
merasakan keunikan dirinya yang memberiarahkehidupan dalam mencapai tujuan.
d. Karakteristik konsep diri rendah:
1.
Menghindari sentuhan atau melihat bagian tubuh tertentu
2.
Tidak mau berkaca
3. Menghindari diskusi tentang topik dirinya
4.
Menolak usaha rehabilitasi
5.
Melakukan usaha sendiri dengan tidak tepat
6.
Mengingkari perubahan pada dirinya
7.
Peningkatan ketergantungan pada yang lain
8.
Tanda dari keresahan seperti marah, keputusasaan, dan menangis
9.
Menolak berpartisipasi dalam perawatan dirinya
e. Faktor
risiko gangguan konsep diri:
1. Gangguan
identitas diri
a. Perubahan
perkembangan.
b. Trauma
c. Jenis
kelamin yang tidak sesuai
d.
Budaya yang tidak sesuai
2.
Gangguan citra tubuh (body image)
a. Hilangnya
bagian tubuh
b. Perubahan
perkembangan
c. Kecacatan
3. Gangguan
harga diri
a. Hubungan
interpersonal yang tidak harmonis
b. Kegagalan
perkembangan
c.
Kegagalan mencapai tujuan hidup
d.
Kegagalan dalam mengikuti aturan normal
4. Gangguan
peran
a. Kehilangan
peran
b. Peran
ganda
c. Konflik
peran
d. Ketidakmampuan
menampilkan peran
C.
Tahap
Perkembangan Psikososial
Delapan
tahap/fase perkembangan kepribadian memiliki ciri utama, setiap tahapnya adalah
di satu pihak bersifat biologis. Adapun tingkatan dalam delapan tahap
perkembangan yang dilalui oleh setiap manusia adalah sebagai berikut:
1. Trust
vs Mistrust (percaya vs tidak percaya)
a.
Terjadi pada usia 0 s/d 18 bulan.
b. Dari
lahir sampai usia satu tahun dan merupakan tingkatan paling dasar dalam hidup.
c. Bayi sangat tergantung dari
pengasuhan.
d. Jika
anak berhasil membangun kepercayaan, dia akan merasa selamat dan aman dalam
dunia.
2. Autonomy vs Shame and Doubt (otonomi vs malu
dan ragu-ragu)
a. Terjadi pada usia 18 bulan s/d 3
tahun.
b. Masa awal kanak-kanak dan
berfokus pada perkembangan besar dari pengendalian
diri.
c. Latihan penggunaan toilet adalah
bagian yang penting.
d. Kejadian-kejadian penting lain
meliputi pemerolehan pengendalian lebih yakni atas
pemilihan makanan, mainan yang disukai, dan
juga pemilihan pakaian.
e. Anak yang berhasil melewati
tingkat ini akan merasa aman dan percaya diri, sementara
yang tidak berhasil akan merasa tidak cukup dan
ragu-ragu terhadap diri sendiri.
3. Initiative
vs Guilt ( inisiatif dan rasa bersalah)
a.
Terjadi pada usia 3 s/d 5 tahun.
b. Masa usia prasekolah mulai
menunjukkan kekuatan dan kontrolnya akan dunia melalui
permainan langsung dan interaksi sosial
lainnya.
c. Anak yang berhasil dalam tahap ini
merasa mampu dan kompeten dalam memimpin
orang lain. Adanya peningkatan rasa tanggung
jawab dan prakarsa.
d. Mereka yang gagal mencapai tahap
ini akan merasakan perasaan bersalah, perasaan
ragu-ragu, dan kurang inisiatif.
e. Rasa bersalah dapat digantikan
dengan cepat oleh rasa berhasil.
4. Industry vs inferiority (tekun vs rasa
rendah diri)
a. Terjadi pada usia 6 s/d pubertas.
b. Melalui interaksi sosial, anak mulai
mengembangkan perasaan bangga terhadap
keberhasilan dan kemampuan mereka.
c. Anak yang didukung dan diarahkan
oleh orang tua dan guru membangun perasaan
kompeten
dan percaya dengan ketrampilan yang dimilikinya.
d. Anak
yang menerima sedikit atau tidak sama sekali dukungan dari orang tua, guru,
atau teman sebaya akan merasa ragu akan
kemampuannya untuk berhasil.
e. Prakarsa yang dicapai sebelumnya
memotivasi mereka untuk terlibat dengan
pengalaman
baru.
f. Ketika
beralih ke masa pertengahan dan akhir kanak-kanak, mereka mengarahkan
energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan
keterampilan intelektual.
g. Permasalahan
yang dapat timbul pada tahun sekolah dasar adalah berkembangnya rasa
rendah diri, perasaan tidak berkompeten dan
tidak produktif.
h.
Guru memiliki tanggung jawab khusus bagi perkembangan ketekunan anak-anak.
5. Identity vs Identify Confusion (identitas vs
kebingungan
identitas)
a. Terjadi pada masa remaja, yakni
usia 10 s/d 20 tahun.
b. Selama
remaja ia mengekplorasi kemandirian dan membangun kepakaan dirinya.
c. Anak dihadapkan dengan penemuan
siapa, bagaimana, dan kemana mereka menuju
dalam
kehidupannya.
d. Anak
dihadapkan memiliki banyak peran baru dan status sebagai orang dewasa,
pekerjaan dan romantisme.
e. Jika remaja menjajaki peran dg
cara yang sehat dan positif maka identitas positif akan
dicapai.
f. Jika suatu identitas remaja
ditolak oleh orangtua, jika remaja tidak secara memadai
menjajaki banyak peran, jika jalan masa depan
positif tidak dijelaskan, maka
kebingungan identitas merajalela.
g. Bagi mereka yang menerima
dukungan memadai maka eksplorasi personal, kepekaan
diri, perasaan mandiri dan control dirinya akan
muncul dalam tahap ini.
h. Bagi mereka yang tidak yakin
terhadap kepercayaan diri dan hasratnya, akan muncul rasa tidak aman dan bingung
terhadap diri dan masa depannya.
6. Intimacy vs Isolation (keintiman vs
keterkucilan)
a. Terjadi
selama masa dewasa awal (20an s/d 30an tahun)
b. Tahap
ini penting, yaitu tahap seseorang membangun hubungan yang dekat & siap
berkomitmen dengan orang lain.
c. Mereka
yang berhasil di tahap ini, akan mengembangkan hubungan yang komit dan
aman.
d. Identitas
personal yang kuat penting untuk mengembangkan hubungan yang intim.
e.
Jika mengalami kegagalan, maka akan muncul rasa keterasingan dan jarak dalam
interaksi dengan orang.
7. Generativity vs Stagnation (bangkit vs
stagnan)
a. Terjadi selama masa pertengahan dewasa
b. Selama
masa ini, mereka melanjutkan membangun hidupnya berfokus terhadap karir
dan keluarga.
c.
Mereka yang berhasil dalam tahap ini, maka akan merasa bahwa mereka
berkontribusi
terhadap dunia .
d.
Mereka yang gagal melalui tahap ini, akan merasa tidak produktif dan tidak
terlibat di
dunia ini.
8.
Integrity vs depair (integritas vs putus asa)
a. Terjadi selama masa akhir dewasa.
b. Cenderung
melakukan cerminan diri terhadap masa lalu.
c. Mereka yang tidak berhasil pada fase ini,
akan merasa bahwa hidupnya percuma dan
mengalami banyak penyesalan.
d. Individu
akan merasa kepahitan hidup dan putus asa.
e. Mereka
yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat mencerminkan keberhasilan
dan kegagalan yang pernah dialami.
f. Individu
ini akan mencapai kebijaksaan, meskipun saat menghadapi kematian.
D. Masalah Psikososial
Saat mengkaji wanita yang tidak diberi asuhan
sesuai standar yang telah ditetapkan, kebanyakan dari mereka adalah wanita yang
etnisnya berasal dari etnis non kulit putih (CEMACH, 2007).Ini menunjukkan
bahwa bidan harus menargetkan kelompok wanita ini untuk memastikan mereka
mendapat asuhan yang memungkinkan hasil akhir terbaik untuk kehamilan mereka.
Laporan
CEMACH tadi mengenai diabetes selama kehamilan (2007) menemukan hubungan yang
erat antara kemiskinan dan diabetes tipe 2.Karena wanita yang berasal dari
golongan miskin seringkali sulit mengakses pelayanan kesehatan, bidan harus
lebih proaktif untuk menemukan wanita ini dan memastikan mereka mendapat asuhan
yang mereka butuhkan untuk memastikan hasil akhir kehamilan dan mempertahankan
kesehatan mereka sendiri.
Kehamilan
merupakan masa tidak stabilnya emosi dan mereka yang memiliki gaya hidup yang
penuh stress, misalnya terkait pekerjaan, komitmen keluarga, atau masalah
financial, mungkin tidak mudah mencapai kontrol diabetes yang ideal karena
stress dapat membuat kadar glukosa darah berfluktuasi (Maresh, 2002). Kehamilan
memiliki kecenderungan untuk menjadi masa yang sangat penuh stress, karena
tidak mungkin mengatasi semua stress tersebut, setidaknya bidan harus
memastikan bahwa pasien mengerti bahwa stress dapat mengganggu kontrol diabetes
dan mungkin sangat bermanfaat mengeksplorasi anti stress dan relaksasi.
Diabetes
gestasional dapat berpengaruh besar bagi wanita yang terdiagnosis menderita
diabetes gestasional. Longson dan Raja Ram (1994) menemukan kombinasi kekuatan
akibat penyakit diabetes (dengan kemungkinan dengan hasil akhirnya yang buruk),
ketidaknyamanan karena pembatasan pola makan, pemantauan glukosa darah, dan
prospek kehamilan yang kurang baik dibandingkan kehamilan normal yang memicu
meningkatnya ketakutan, depresi, dan kecemasan. Penelitian yang baru dilakukan
di AS ini tampaknya menemukan bahwa menurut kebanyakan pernyataan yang
diberikan pasien wanita penderita diabetes mendapat perawatan sangat
terfragmentasi dan tidak simpatik.Diharapkan perawatan di UK kini jauh lebih
ramah terhadap wanita.Akan tetapi, perlu diingat betapa menakutkannya diagnosis
diabetes (dalam bentuk apapun) bagi wanita dan bagaimana prosedur rutinyang
biasa dilakukan bidan mungkin sangat asyik dan menimbulkan kekhawatiran bagi
wanita.
Penelitian
terbaru di AS melaporkan bahwa sejumlah besar wanita penderita diabetes tipe 1
dan diabetes gestasional tidak secara akurat mencatat kadar glukosa darahnya:
contohnya 80% memberikan catatan nilai palsu dan 70% tidak mencatat angka kadar
gula darah yang ia kira tidak baik (Kendrick, et al, 2005). Hal ini menunjukkan
bahwa bagaimana traumatiknya wanita terhadap pemeriksaan atau hasil pemeriksaan
di klinik diabetes.Bidan memiliki peran yang memastikan bahwa klinik diabetes
sebagai sumber yang memberikan dukungan penuh untuk pasien dan tidak menghakimi
upaya pasien dalam bentuk apapun.
Bagaimana
pasien menyikapi diagnosis gestasional akan dipengaruhi oleh banyak factor
termasuk latar belakangnya. Penelitian di Swedia membandingkan wanita yang
lahir di Swedia dengan wanita yang lahir di Timur Tengah dan menemukan respon
yang sangat berbeda terhadap penyakit (Hjelm, et al, 2005). Hal ini menggaris
bawahi betapa perlunya bidan memiliki kemampuan untuk memberikan dukungan
kepada wanita yang berbeda dalam berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan
psikososial mereka.
Walaupun beberapa penelitian melaporkan tidak
adanya peningkatan ansietes (kecemasan) setelah baru terdiagnosis mengalami
diabetes gestasional (Daniells, et al, 2003) jelas juga bahwa wanita dapat memandang
diri mereka dan anak mereka secara berbeda dalam beberapa waktu setelah
melahirkan.Setelah screaning untuk diabetes gestasional bahwa positif, wanita
dalam sebuah penelitian menunjukkan bahwa mereka memiliki persepsi yang lebih
rendah terhadap kesehatn pribadinya (Rumbold dan Crowther, 2002).
Penelitian
jangka panjang yang dilakukan oleh (Heg, at al,) dan dipublikasikan pada tahun
1998 membandingkan wanita yang didiagnosis menderita diabetes gestasional lebih
mengkhawatirkan kesehatan pribadinya dan menganggap anaknya lebih tidak sehat
walaupun mereka tetap menganggap kesehatan anak mereka baik. Akan tetapi,
ditemukan bahwa peningkatan khawatiran ini tidak akan menimbulkan perubahan
yang signifikan dalam perilaku kesehatan preventif yang ditujukan pada diri
mereka sendiri. Ini adalah area yang memerlukan penelitian lebih lanjut untuk
mengidentifikasi edukasi dan dukungan apa yang diperlukan oleh wanita penderita
diabetes ini untuk memastikan bahwa mereka mengetahui apa yang dimaksud dengan
gaya hidup sehat dan bagaimana mencapainya. Usaha jangka panjang ini diluar
kemampuan mereka tetapi bidan dapat memastikan bahwa wanita mendapat masukan
edukasi awal dan mengidentifikasi sumber yang tepat untuk jangka panjang.
Sepertiga
bayi aterm dari ibu penderita diabetes dirawat di urit neonates (CEMACH, 2007),
dan akibat komplikasi akibat kehamilan, banyak bayi dari ibu penderita diabetes
dilahirkan dalam keadaan prematur.Akan tetapi, rekomendasinya adalah sedapat
mungkin ibu dan bayi tidak dipisahkan.Pemisahan bayi dari ibu sejak lahir dapat
mengganggu keterikatan normal antara ibu bayi, kesulitan mulai menyusui, dan
menimbulkan distress emosional yang berat bagi orang tuanya. Hal ini akan
dipersulit jika mobilitas ibu berkurang akibat seksio sesarea. Tidak ada
keraguan bahwa bayi dari ibu penderita diabetes akan memerlukan observasi dan
perawatan lebih, dan bahwa jumlah bidan diruang paska natal dapat menjadi
sangat terbatas tetapi semua usaha harus dilakukan untuk memastikan bahwa
bayi-bayi yang dapat dirawat tanpa perawatan khusus di unit neonates dibiarkan
bersama dengan ibunya.
E.
Pengertian
Stress
Stress merupakan bagian dari kehidupan yang
mempunyai efek positif dan negatif yang disebabkan karena perubahan lingkungan.
Secara sederhana stress adalah kondisi dimana adanya respons tubuh terhadap
perubahan untuk mencapai normal. Sedangkan stressor adalah sesuatu yang dapat
menyebabkan seseorang mengalami stress.Stressor dapat berasal dari internal
misalnya, perubahan hormon, sakit maupun eksternal misalnya, temperatur dan
pencemaran.
1. Fisiologi
Stress
Tubuh
selalu berinteraksi dan mengalami sentuhan langsung dengan lingkungan, baik
lingkungan internal seperti pengaturan peredaran darah dan pernapasan.Maupun
lingkungan eksternal seperti cuaca dan suhu yang kemudian menimbulkan respons
normal atau tidak normal.Keadaan dimana terjadi mekanisme relatif untuk
mempertahankan fungsi normal disebut homeostatis.Homeostatis dibagi menjadi dua
yaitu homeostatis fisiologis misalnya, respons adanya peningkatan pernapasan
saat berolahraga dan homeostatis psikologis misalnya, perasaan mencintai dan
dicintai, perasaan aman dan nyaman.
2. Respons
fisiologi terhadap stress
Respons
fisiologi terhadap stress dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu Local
Adaptation Syndrome (LAS) yaitu respons lokal tubuh terhadap stressor
misalnya kalau kita menginjak paku maka secara refleks kaki akan diangkat atau
misalnya ada proses peradangan maka reaksi lokalnya dengan menambahkan sel
darah putih pada lokasi peradangan. General Adaptation Syndrome (GAS) yaitu
reaksi menyeluruh terhadap stressor yang ada.Dalam proses GAS terdapat tiga fase:
1. Pertama, reaksi peringatan ditandai
oleh peningkatan aktifitas neuroendokrin yang berupa peningkatan pembuluh
darah, nadi, pernapasan, metabolisme, glukosa dan dilatasi pupil.
2. Kedua, fase resisten dimana fungsi kembali
normal, adanya LAS, adanya koping dan mekanisme pertahanan.
3. Ketiga, fase kelelahan ditandai dengan
adanya vasodilatasi, penurunan tekanan darah, panik, krisis.Dapat berupa
depresi, marah, dan kecemasan. Kecemasan adalah respons emosional terhadap
penilaian, misalnya cemas mengikuti ujian karena khawatir nilainya buruk. Ada
empat tingkatan kecemasan, yaitu :
1.Cemas
ringan
Cemas
ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari–hari.
Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu akan berhati–hati
dan waspada. Respons cemas ringan seperti sesekali bernapas pendek, nadi dan
tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan bibir
bergetar, lapang persepsi meluas, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan
masalah secara efektif, tidak dapat duduk dengan tenang dan tremor halus pada
tangan.
2.Cemas
sedang
Pada
tingkat ini lahan persepsi terhadap masalah menurun. Respons cemas sedang
seperti sering napas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering,
anoreksia, gelisah, lapang pandang menyempit, rangsangan luar tidak mampu
diterima, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur dan perasaan tidak enak.
3. Cemas berat
Pada
cemas berat lahan persepsi sangat sempit.Respons kecemasan berat seperti napas
pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat dab sakit kepala,
penglihatan kabur, ketegangan, lapang persepsi sangat sempit, tidak mampu
menyelesaikan masalah, blocking, verbalisasi cepat dan perasaan ancaman
meningkat.
4. Panik
Pada
tahap ini lahan persepsi telah terganggu sehingga individu tidak dapat
mengendalikan diri sehingga individu tidak dapat mengendalikan diri lagi dan
tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa–apa walaupun
telah diberi pengarahan.Respons panik seperti napas pendek, rasa tercekik dan palpitasi,
sakit dada, pucat, hipotensi, lapang persepsi sangat sempit, tidak dapat
berpikir logis, agitasi, mengamuk, marah, ketakutan, berteriak–teriak,
blocking, kehilangan kendali dan persepsi kacau.
F. Asuhan
Keperawatan
1. Pengkajian
a.
Pengkajian psikologis
1. Status
emosional
- Apakah emosi sesuai perilaku?
-
Apakah klien dapat mengendalikan emosi?
-
Bagaimana perasaan klien yang tampil seperti biasaanya?
-
Apakah perasaan hati sekarang merupakan cirri khas klien?
-
Apa yang klien lakukan jika marah atau sedih?
2. Konsep Diri
- Bagaimana
klien menilai dirinya sebagai manusia?
- Bagaimana orang lain menilai diri
klien?
- Apakah klien suka akan dirinya?
3. Cara Komunikasi
- Apakah
klien mudah merespons?
-
Apakah spontanitas atau hanya jika ditanya?
-
Bagaimana perilaku nonverbal klien dalam berkomunikasi?
-
Apakah klien menolak untuk memberi respons?
4.
Pola interaksi
- Kepada
siapa klien mau berinteraksi?
-
Siapa yang penting atau berpengaruh bagi klien?
-
Bagaimana sifat asli klien : mendominasi atau positif?
5.
Pendidikan dan pekerjaan
-
Pendidikan terakhir
- Keterampilan yang mampu dilakukan
- Pekerjaan klien
- Status keuangan
6.
Hubungan sosial
- Teman dekat klien
- Bagaimana klien menggunakan waktu luang?
- Apakah
klien berkecimpung dalam kelompok masyarakat?
7.
Faktor kultur sosial
- Apakah agama dan kebudayaan klien?
- Bagaimana tingkat pemahaman klien tentang
agama?
- Apakah bahasa klien memadai untuk
berkomunikasi dengan orang lain?
8.
Pola hidup
- Dimana tempat tinggal klien?
- Bagaimana tempat tinggal klien?
-
Dengan siapa klien tinggal?
-
Apa yang klien lakukan untuk meyenangkan diri?
9.
Keluarga
- Apakah
klien sudah menikah?
- Apakah
klien sudah mempunyai anak?
- Bagaimana status kesehatan klien dan
keluarga?
-
Masalah apa yang terutama dalam keluarga?
-
Bagaimana tingkat kecemasaan klien?
b. Pengkajian Sosial
1. Pendidikan
a.
Pendidikan terakhir
b. Keterampilan yang mampu dilakukan
c. Pekerjaan klien
d. Status keuangan
2. Hubungan sosial
a. Teman dekat klien
b. Bagaimana klien menggunakan waktu luang?
c.
Apakah klien berkecimpung dalam kelompok masyarakat?
3.
Faktorkultural sosial
a. Apakah agama dan kebudayaan klien?
b. Bagaimana tingkat pemahaman klien tentang
agama?
c.
Apakah bahasa klien memadai untuk berkomunikasi dengan orang lain?
4. Pola Hidup
a.
Dimana tempat tinggal klien?
b. Bagaimana
tempat tinggal klien?
c.
Dengan siapa klien tinggal?
d.Apa yang klien lakukan untuk menyenangkan
diri?
5. Keluarga
a. Apakah yang klien sudah menikah?
b.Apakah
klien sudah punya anak?
c.
Bagaimana status kesehatan klien dan keluarga?
d. Masalah apa yang terutama dalam keluarga?
e.
Bagaimana tingkat kecemasan klien?
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
a. Gangguan konsep diri: citra tubuh
negatif
Kondisi di mana seseorang mengalami status peru
merasakan, memikirkan, dan memandang dirinya sendiri. Gangguan konsep diri
meliputi perubahan citra tubuh, ideal diri, performa peran, atau identitas
personal. Kemudian berhubungan dengan:
1.
Patofisiologis
Berhubungan dengan perubahan penampilan, gaya
hidup, peran, respons orang lain, sekunder akibat:
- Penyakit kronis
- Kehilangan anggota tubuh
- Kehilangan fungsi tubuh
- Trauma yang berat
b. Situasional
(Personal, lingkungan)
1. Berhubungan dengan perasaan terlantar atau
kegagalan, sekunder akibat:
-
Perceraian, perpisahan diri dari orang terdekat, atau kematian orang yang
disayang.
-
Kehilangan pekerjaan atau ketidakmampuan untuk bekerja.
2. Berhubungan dengan immobilitas atau
kehilangan fungsi.
3. Berhubungan dengan hubungan yang tidak
memuaskan (orang tua).
4. Berhubungan dengan pilihan seksual
(homoseksual, lesbian, biseksual, abstein).
5. Berhubungan dengan kehamilan remaja.
6. Berhubungan dengan perbedaan gender dalam cara
membesarkan anak oleh orang
tua.
7. Berhubungan dengan pengalaman tindak
kekerasan oleh orang tua.
c. Maturasional
Usia
pertengahan: kehilangan peran dan tanggung jawab, lansia: kehilangan peran dan
tanggung jawab.
Kemungkinan
berhubungan data yang ditemukan:
- Menolak
menyentuh atau melihat bagian tubuh
- Menolak
memandag ke cermin
- Tidak bersedia mendiskusikan
keterbatasan, deformitas, atau gangguan penampilan yang dialami
-
Menolak menerima upaya rehabilitasi
-
Tanda-tanda berduka: menangis, putus asa, marah
-
Perilaku merusak diri: minum alkohol, obat
- Menarik
diri dari kontak sosial
Tujuan
yang diharapkan :
- Pasien
dapat menerima keadaan tubuhnya secara proposional
- Pasien dapat beradaptasi dengan keadaan
tubuhnya
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
|
1.
|
Bina hubungan saling percaya tindakan
|
Dasar mengembangkan keperawatan
|
2.
|
Kaji penyebab gangguan citra tubuh
|
Merencanakan intervensi lebih lanjut
|
3.
|
Kaji kemampuan yang dimiliki klien
|
Alternatif memanfaatkan kemampuan dengan
menutupi kekurangannya
|
4.
|
Ekplorasi aktifitas baru yang dapat dilakukan
|
Memfasilitasi dengan memanfaatkan kelebihan
|
d. Cemas
Perasaan
tidak menyenangkan disebabkan oleh sumber yang tidak jelas/tidak spesifik.
Kemungkinan berhubungan dengan:
- Ancaman
perubahan status kesehatan dan status ekonoimi
-
Kemungkinan data yang ditemukan: meningkatkannya tensi darah dan kesulitan
tidur
-
Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada : Keadaan rumah sakit dan Penyakit
terminal
Tujuan
yang diharapkan: pasien dapat mendemonstrasikan cara penurunan kecemasan.
No
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
|
Lanjutkan pengkajian mengenai riwayat pasien
masuk rumah sakit
|
Mengidentifikasi faktor penyebab cemas
|
2.
|
Monitor hubungan perilaku cemas, aktifitas
dan kejadian setiap 2 jam
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar